AdSense

Jebakan dan Pertolongan

Adsense
Jebakan dan Pertolongan

Di halaman rumah mewah, burung-burung asyik mengoceh di atas pohon yang hijau rindang menjulang tinggi. Sesekali mereka turun ke tanah mencari makan, kemudian terbang ke arah rumah mewah yang menghadap ke utara dan hinggap di jendela rumah, tepat di ruang tengah dimana Kholid sedang duduk menghadap ke barat, merenung mengartikan mimpi yang ia alami.

"Mimpi yang aneh." Gumam Kholid dalam hati.

Dalam hati, Kholid bertanya-tanya tentang mimpi yang di-alami-nya. Ia merasa, mimpi itu terlihat nyata yang seakan-akan memang dirinya berada di dunia nyata.

Memang akhir-akhir ini, -- setelah Kholid melakukan percobaan raga sukma tanpa guru -- Kholid sering bermimpi aneh seperti itu. Tapi ia belum menyadari adanya ancaman dari dunia lain.

Kholid menghela nafas panjang, sesekali menyapu pandangan ke seluruh sudut ruangan.

Ruang tengah yang luas dengan tinggi lima meter itu terlihat mewah dengan dinding berwarna kuning terang keemasan.

Di dinding sebelah barat, terdapat Hiasan dinding Model timbul bergambar Ka'bah dengan lampu yang menimbulkan effek nyata pada malam hari.

Di samping kirinya ada kain sulam bertuliskan ayat Alquran. Dan di sebelahnya lagi adalah pintu kamar dengan kelambu kuning keemasan yang menutup pintu mewah berbahan kayu jati berukir-ukiran indah menawan.

Sedangkan di sebelah kanan gambar ka'bah adalah pintu kamar, sama seperti pintu sebelah kiri gambar ka'bah.

Di dinding sebelah timur, adalah lima jendela kaca bening sederhana yang membentang panjang sepanjang dinding ruang tengah. Jika dilihat dari luar, lima jendela itu terbingkai kayu jati yang kuat berwarna coklat kehitaman, sekaligus sebagai pelindung yang bisa di buka tutup. Jika dilihat dari dalam, lima jendela itu dihiasi oleh kelambu berwarna kuning keemasan, ke atas menutup seluruh jendela dengan menyisakan fentilasi, dan ke bawah tidak menyentuh lantai.

Kholid masih memperhatikan setiap sudut ruang tengah itu.

Di sebelah utara terdapat dua lemari besar dan panjang terbuat dari kayu jati, berwarna cokelat keemasan, terlihat gagah dan mewah. Lemari buku itu menjadi pembatas antara ruang tengah dan ruang tamu.

Di sebelah selatan adalah dinding yang sengaja dibiarkan terbentang tanpa hiasan. Hanya saja ada jam mewah dan besar dan juga ada jalan penghubung antara ruang tengah dengan dapur.

Melihat ke atas terpampang atap berplafon ukir-ukiran dengan warna putih bersih. Di tengahnya terpasang lampu mewah dengan aksesoris cantik terlihat enak dipandang, juga sangat nyaman dirasakan.

Di sekelilingnya juga terdapat lampu-lampu kecil yang terpasang menjorok ke dalam plafon dan terbungkus oleh alumunium. Jika lampu-lampu itu dinyalakan, maka akan terlihat keindahan cahaya yang memantul pada alumunium itu.

Semuanya terlihat sangat serasi dengan perpaduan arsitek khas eropa dan timur tengah.

Kholid menghela napas dalam-dalam. Ia melirik ke kiri tertuju pada jam mewah. Jam sudah menunjukkan pukul 07.12 WIB. Tangannya merogoh saku, mengambil ponsel. Matanya tertuju pada layar ponsel. Ada pesan masuk, tanpa pikir panjang, pesan itu langsung dibukanya.

"Pagi Sayang."


"Kau lupa ya, kalo kemaren kita udah putus?" 

"Oh, iya ya. Aku lupa."


"Ya, iya dong. Mau balikan lagi? Sorry." 


Kholid, menghempaskan tubuhnya di kursi sofa. Tubuhnya memantul-mantul di sofa empuk dan pikirannya melayang pada sosok mantan kekasihnya yang telah menghianatinya. Ia teringat pada pelajaran agama yang pernah dipelajarinya. Salah satu materinya menyatakan bahwa umur, rejeki, dan jodoh sudah ditentukan Yang Maha Kuasa.

Kholid mencoba berdiri dan menghempaskan kembali tubuhnya ke sofa empuk itu. Ia mulai sadar dengan kebodohannya.

Kholid masih membayangkan awal bertemu dengan kekasihnya dan jatuh hati pada pandangan pertama, hingga akhirnya ia berani mengungkapkan perasaan cinta pada kekasihnya.

"Hmm. Aneh tapi nyata. Nggak habis pikir saat itu, kok bisa-bisanya aku sampai mau ngungkapin perasaan cinta ke dia." Ungkapnya dalam hati.

Sesekali Kholid tersenyum menertawakan dirinya sendiri, karena kekonyolannya waktu itu.

Kholid menghela napas panjang. Ia mencoba memejamkan mata, kedua tangannya diletakkan di samping badan, pandangannya ke atas terpejam, dan mencoba untuk me-rileks-kan seluruh badan. Sejurus kemudian Kholid sudah tak sadarkan diri.

***

"Balonku ada lima
Rupa-rupa warnanya
Hijau kuning kelabu
Merah muda dan biru."

Terdengar suara nyanyian anak-anak kecil. Suara itu terdengar nyaring melengking, pelan, dan di iringin suara musik gamelan.

Masih dengan mata terpejam Kholid menerka-nerka suara itu. Suara anak-anak kecil yang menyanyi riang gembira.

"Suara siapa, tuh?" Tanya Kholid dalam hati.

"Ponakan? Bukan, mereka kan masih sekolah." Tanya Kholid pelan-pelan sambil mengingat-ingat.

"Kalo anak-anak tetangga? Pasti bukan juga." Kholid mulai curiga.

"Jangan-jangan...?" Tubuh Kholid bergetar hebat, merinding ketakutan.

Mata Kholid yang terpejam mulai ia buka perlahan-lahan. Masih separuh ia membuka mata, Ia merasakan seperti sudah berganti alam, seluruh ruangan menjadi berwarna serba hitam.

Suara nyanyian anak-anak kecil itu masih terdengar, Kholid semakin bergidik ketakutan. Ia memberanikan diri untuk membuka matanya secara penuh, kepalanya masih mendongak ke atas. Tepat ketika matanya terbuka penuh, sosok wajah misterius mucul menghadap persis di depan wajahnya. Ia segera menutup mata dan ia hanya pasrah sambil berdoa,
"A'udzubillahiminasysyaithonirrojim." Kholid membaca doa-doa yang ia ketahui, juga melafalkan ayat-ayat alquran yang ia hafal. Ia berharap sosok wajah misterius di hadapannya kepanasan atau menghilang.

Tapi dugaan Kholid salah. Ia merasakan sesuatu yang aneh di pundaknya, seperti ada yang menepuk-nepuk pundaknya.

Kholid semakin merinding ketakutan. Ia mulai pasrah sepasrah-pasrah. Ia baru menyadari bahwa hantu tidak mempan dengan dibacakan doa-doa dan ayat-ayat alquran.

"Andaikan kemarin aku ikut pergi," Kholid berandai-andai."mungkin aku nggak bakalan seperti ini." Ia terbayang sosok Ibu-nya yang sangat mengharapkannya untuk ikut menjenguk adiknya di pondok.

Kholid memang menolak ajakan Ibu-nya dengan alasan jaga rumah, karena sekeluarga ikut semua.

"Ah! Sudahlah,"Kholid mendesah pasrah,"yang penting sekarang aku..." kata-katanya terhenti karena dalam posisi memejamkan mata, ia melihat cahaya berbagai warna melingkar dengan warna dasar hitam (portal).

Belum sempat berpikir, ada tangan yang muncul dari dalam lingkaran cahaya itu dan langsung menarik paksa Kholid masuk ke dalamnya.

Sekitar 10 detik berputar-putar di dalamnya, kini Kholid sudah berada di alam aneh yang belum ia ketahui. Ia menyapu pandangannya ke segala penjuru arah. Suasana tampak gelap dan sedikit remang-remang. Ia juga tak merasakan kedinginan.

Kholid masih menyapu pandang ke berbagai arah. Di belakangnya adalah sawah, di samping kanannya juga sawah. Di samping kirinya adalah perkebunan kelapa sawit yang rimbun, sedangkan di depannya adalah jembatan empang. Memandang ke depan terlihat ada beberapa remaja yang sedang asyik berkumpul di jembatan entah apa yang sedang mereka bicarakan.

Memandang jauh lagi ke depan terlihat perkampungan dengan rumah-rumah sederhana tahun 90-an.

Kali ini Kholid tak merasakan ketakutan, hanya saja ia kebingungan dengan melihat dirinya berada di dunia aneh itu. Ia memberanikan diri mendekati remaja-remaja yang berada di jembatan itu. Sampai di depan, mereka hanya berdiri dan menatapnya sambil memberi isyarat kepadanya untuk terus berjalan ke perkampungan.

Kholid berjalan ke arah perkampungan mengikuti jalan beraspal, dan sampailah di pintu gerbang perkampungan. Pintu gerbang itu terlihat kusam, dan terdapat tumbuh-tumbuhan paku yang melingkarinya.

Memandang ke depan, Kholid melihat banyak anak kecil yang berlarian. Ia mulai merasa lega, dan terus berjalan ke depan menuju keramaian.

"Sepertinya aku kenal wajah itu." Kholid bergumam dalam hati. Ia melihat temannya berada di depannya. Ia mencoba memanggil temannya yang sedang berjalan ke arahnya dengan tatapan tidak tertuju padanya. Anehnya teman Kholid tetap berjalan ke arahnya, tetapi seperti tidak mendengarkan panggilannya.

Kholid hanya bisa melihat dan memperhatikan temannya yang berjalan ke depan ke arahnya, sosok itu masih terus berjalan mendekati dan menembus tubuh Kholid.

Kholid mulai menyadari bahwa dirinya berada di alam lain, bukan alam manusia. Ia menyangka dirinya sedang berada di alam jin.

Kholid masih berdiri sendiri kebingungan. Anak-anak kecil yang berlalu-lalang menembus tubuhnya sudah mulai menghilang, menyisakan berbagai pertanyaan yang terus mengiang di dalam pikirannya.

***

Kini Kholid berada di depan rumah. Rumah itu terlihat sederhana, dari dalam terpancar sinar lampu yang terang, dan terlihat banyak orang yang masuk seperti ada hajatan. Anehnya, ia merasa rumah itu tidak asing, bahkan merasa seperti rumah sendiri.

Kholid masuk ke dalam, terlihat banyak makanan yang telah dihidangkan. Makanan-makanan itu didominasi makanan berbungkus daun pisang. Ada banyak buah-buahan yang juga disajikan. Dan ada satu hal yang menarik perhatian Kholid yaitu, makanan yang berada di nampan. Adalah nasi tumpeng yang terlihat sangat spesial diantara makanan-makanan lainnya.

Di sekeliling makanan-makanan itu adalah orang-orang yang siap-siap untuk makan. Sebagian orang sudah mengambil makanan yang mereka inginkan. Kholid tidak merasakan keanehan pada orang-orang itu, mereka tidak terasa asing, bahkan seperti saudara-saudaranya sendiri.

Semua orang memakai pakaian khas tahun 90-an. Yang laki-laki memakai celana dan baju kemeja batik model lama, sedangkan yang perempuaan memakai pakaian tertutup khas tahun 90-an yaitu kebaya.

Kholid duduk diantara mereka. Pandangannya masih memperhatikan setiap orang yang ada di sana. Matanya tertuju pada perempuan tua yang masih lincah dengan aktivitasnya.

Perempuan tua itu tersenyum memandang ke arah Kholid dan mempersilakan Kholid untuk mengambil makanan. Bagi Kholid perempuan tua itu terasa seperti neneknya sendiri.

"Nggak usah sungkan-sungkan, ayo dimakan." Suruh perempuan tua itu sambil berdiri memandang Kholid, lalu pergi dan lenyap di balik kayu pembatas ruang tamu dengan ruang tengah.

Dalam keadaan sadar, Kholid mengambil sepiring nasi tumpeng yang ada di hadapannya. Hampir saja Kholid mau makan, tapi ia teringat pada seseorang yang pernah mengatakan bahwa, jika seseorang yang masuk ke dalam alam jin, lalu memakan makanan yang ada di sana, maka ia akan susah untuk kembali ke alam manusia, atau bahkan selamanya akan di sana.

Kholid segera mengembalikan makanan itu ke tempatnya, dan ia segera keluar dari rumah sederhana itu.

Kholid sangat menyadari bahwa itu bukan dunianya. Dunia yang sedang ia tempati itu adalah dunia lain, mungkin dunia jin, sangkanya kembali.

Kholid memutuskan untuk kembali ke dunianya, yaitu dunia manusia, tapi sayangnya ia tidak tahu cara melakukannya. Ia pun memutuskan untuk berjalan mencari jalan keluar agar bisa keluar dari dunia lain itu.

Di perjalanan, Kholid di hadang oleh seorang remaja yang sebaya dengannya. Remaja itu langsung menyerangnya, begitu juga dengan Kholid, yang langsung menangkis serangan remaja itu. Kholid sudah tidak asing dengan sosok remaja itu, dialah salah satu dari sekian banyak makhluk yang akhir-akhir ini mengganggu tidurnya.

Pertempuran tidak bisa di-elak-kan lagi. Musuh masih terus menyerang, dan Kholid mencoba mengeluarkan doa-doa yang di bentuk menjadi kekuatan untuk melindungi dirinya dari serangan-serangan musuh.

Kholid terus membaca doa, dzikir, dan ayat-ayat Alquran yang ia hafal sambil menahan dan menyerang musuh. Tapi doa itu tak cukup untuk menahan kekuatan musuhnya. Tangan musuh yang penuh dengan kekuatan itu menarik-narik tubuhnya, sedangkan Kholid berusaha melepaskan tangan musuhnya itu.

Kholid memegang erat-erat tangan musuh dan Memutarkan tubuhnya kencang-kencang. Ia terus memutarkan tubuhnya sampai membentuk angin lesus kecil, sedangkan musuhnya memegang erat tubuh Kholid.

Putaran itu semakin kencang, angin di sekitarnya pun ikut berputar, pepohonan disekitarnya melengkung dan tumbang terkena angin lesus yang semakin membesar.

Masih dalam keadaan memutar, Kholid berusaha melepaskan tangan musuh yang memegang erat tubuhnya. Beberapa jurus kemudian, Kholid berhasil melepaskan diri dari tangan musuhnya. Lalu ia memegang erat-erat tangan musuhnya, dan dengan teriakan takbir, Kholid melempar musuhnya dengan kekuatan penuh.

Musuh terlempar jauh entah kemana, mungkin sampai negeri seberang. Bersama hilangnya musuh, Kholid sudah berdiri diam menatap ke depan, dalam hatinya mengucapkan ucapan syukur kepada Sang Tuhan.

Kini di depannya -- berjarak 10 meter -- terlihat ada dua pemuda yang sedang berdiri membelakanginya, mereka sedang berbincang-bincang. Kholid mendekati mereka.

"Mas. Mas." Kholid memanggil dua pemuda itu, mereka menoleh ke arah Kholid dan tersenyum. Salah satu pemuda meninggalkan tempat, entah mau kemana.

Kholid ingin menjelaskan tentang kejadian perkelahian itu, tapi ia mengurungkan niatnya ketika melihat pemuda itu tersenyum tanda sudah mengetahuinya.

"Ia menggangguku, jadi terpaksa kulempar jauh." Kholid langsung to the point. Pemuda itu masih tersenyum, tanda sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Pemuda itu sangat ramah, dengan postur badan yang ideal. Ia mengajak berjabat tangan Kholid. Kholid pun mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Tepat ketika tangan mereka berjabat, pandangan Kholid langsung kabur dan remang-remang. Kholid masuk ke dalam portal yang entah akan membawanya kemana.

***
HALAMAN SELANJUTNYA:

Adsense


Newest
You are reading the newest post
AdSense
 
Copyright © 2018